like this

like this

Rabu, 07 Maret 2012

sedikit cuplikan tentang Panji Asmarabangun


Karakteristik Asmarabangun
dalam Presentasi Wayang Topeng Malang 

Drama tari wayang topeng/teater topeng ini merupakan sebuah kisah drama yang dibawakan melalui serangkaian gerak tari dan dialog. Teater ini memiliki ciri tersendiri yaitu seluruh pemerannya menggunakan topeng di wajahnya. Masing-masing topeng yang digunakan mengekspresikan karakter - karakter tokoh yang diperankan, misal warna menggambarkan karakter pemarah, warna putih menggambarkan karakter kejujuran ( watak satria ), dan topeng punakawan mengekspresikan watak lucu.
Dari teater topeng ini terlahirlah tari-tari topeng. Tari topeng ini memiliki cerita yang berhubungan dengan wayang topeng. Dan dapat dikatakan juga bahwa tari topeng merupakan cuplikan dari kisah teater topeng dengan menghilangkan seluruh dialog percakapan dan menggantinya dengan gerak tari yang bermakna sama.
Bentuk teater rakyat seperti tari-tarian, upacara-upacara telah muncul sejak zaman prasejarah. Contohnya seperti tarian perang, upacara perkawinan, upacara kematian, upacara untuk menghormati arwah nenek moyang, dan lain sebagainya. Bila dipadukan dengan inskripsi dan data sejarah nusantara, akan tampak rangkaian data sejarah teater. Pada abad ke-8 di malang telah berdiri kerajaan Hindu-Budha yang besar. Raja yang kenamaan bernama Gajayana, keturunan Dewa Simha, sisa peninggalannya disebut Kanjuruhan, terletak di Desa Karang Besuki (Kecamatan Diniyo, Kabupaten Malang). Sang Raja pada masa mudanya sebagai penari, dan candi peninggalannya itupun disebut Candi Badut (badhut - bahasa Jawa). Kata badhut dalam bahasa Jawa Kuno berarti penari, sedang dalam bahasa Jawa Baru, badhut berarti pelawak. Inskripsi-inskripsi yang menyebutkan istilah hatapukan, hatapukan berarti mengacu ke pengertian topeng. Inskripsi yang dimaksudkan ialah Wahara Kuti tahun saka 762 (840 M), inskripsi Mantyasih tahun 826 Saka (904 M) dan istilah manapal dalam inskripsi Candi Parot berangka tahun 722 Saka (850 M), dan istilah wayang wang (wayang orang) dalam inskripsi Wimalasmara berangka tahun 930 M, kesemuanya menggunakan topeng sebagai perabot utamanya. Wayang topeng seperti itu disebut raket yang berkembang pada periode kerajaan-kerajaan Hindu-Budha di Jawa Timur. Soenarto Timoer (1990:5-8) berkesimpulan bahwa pada zaman Mataram Kuno pertunjukkan wayang belum timbul. Timbulnya tradisi wayang setelah kerajaan Medang dan Mataram pindah ke Jawa Timur. Dengan kalimat lain dapat dikatakan bahwa pertunjukan teater berlakon (wayang) atau teater topeng yang lebih tua dari wayang kulit, dan perkembangan teater lakon di Jawa Timur sudah muncul pada abad ke-9.  Pertunjukan wayang topeng dengan lakon Panji diperkirakan muncul pada zaman kerajaan Singasari, periode Raja Kertanegara (1190-1214 Saka atau 1268-1298 Masehi/Berg, 1923:65). Sumber lain mengatakan bahwa wayang topeng itu mencapai kejayaannya pada zaman kejayaan Majapahit. Slamet Mulyana menerangkan bahwa Raja Hayam Wuruk adalah seorang penari topeng pada zamannya.
Pada pertunjukkan seni wayang topeng, di daerah Malang terkenal dengan sebuah cerita yang sudah menjadi legenda. Semua wayang topeng menggunakan satu dasar cerita yang sama. Dalam setiap pertunjukannya mengambil satu cuplikan dari cerita tersebut. Cerita tersebut adalah cerita Panji.
Panji. Merupakan sebuah cerita rakyat yang berkembang di Jawa selain Ramayana dan Mahabarata, bahkan tidak kalah terkenal dengan dua cerita yang sangat melegenda itu. Selain di Jawa, cerita Panji juga tersebar ke seluruh pelosok Indonesia seperti Kalimantan dan Bali. Bahkan cerita Panji ini sudah berkembang pula di daratan Asia Tenggara seperti Vietnam dan Thailand.
Di jawa sendiri cerita Panji tersebar mulai dari Jawa Barat, Tengah dan Timur. Untuk wilayah Jawa Timur, cerita Panji berkembang di daerah Malang. Panji yang didalamnya mengisahkan kepahlawanan dan kebesaran kesatria kesatria Jawa, terutama masa Jenggala dan Kediri merupakan usaha dari Singasari untuk menandingi cerita versi wayang purwo yang mengisahkan cerita India. Sangasari adalah kekuasaan yang mengembangkan semangat kolonialisasi, mereka bahkan mengembangkan wilayah kekuasaannya hingga ke Kalimantan, dan Melayu. Cerita Panji dimunculkan sebagai identitas kebesaran raja raja yang pernah berkuasa ditanah Jawa. Cerita Panji yang direkonstruksi oleh Singasari adalah suatu kebutuhan untuk membangun legitimasi kekuasaan Singasari yang mulai berkembang. Kemampuan untuk menyerap segala sesuatunya dan membumikan dalam nilai kejawaan juga banyak terjadi ketika Islam dan Jawa mulai bergumul dalam konteks wayang topeng. Wayang topeng dengan mengambil cerita menak yang sekarang banyak berkembang didaerah Sunda adalah bagian dari upaya Islam untuk merebut hati orang Jawa.
Perkembangan topeng Malangan hanya menampilkan cerita-cerita Panji sebagai hubungan kesejarahan dengan sejarah Malang yang memang sangat panjang, dan puncak perkembangan topeng dimulai saat pelarian pasukan mataram Diponegoro yang banyak bersembunyi di Malang Selatan. Para Pelarian Diponegoro menggunakan topeng sebagai kedok untuk menyembunyikan jati dirinya.
Pada dasarnya, cerita Panji adalah sekumpulan cerita pada masa Hindu-Budha di Jawa yang berkisar tentang kisah asmara Panji Asmarabangun dan Dewi Candrakirana atau biasa disebut dengan dewi Sekartaji. Secara singkatnya, panji Asmarabangun adalah pewaris tahta kerajaan Kediri, putra dari Prabu Lembu Amiluhur yang dipersepsikan sebagai Samiaji atau Darma Kusuma, raja dari kerajaan amerta, mempunyai istri dewi Sekartaji.
Ada beberapa kesenian tradisional yang menggunakan cerita Panji misalnya Wayang Beber dari Malang, Wayang Topeng dari Pacitan dan Legong Kraton dari Lasem. Dalam buku dari Prof.Dr.Cc.Berg (1928) menyebutkan bahwa penyebaran cerita Panji dimulai adanya Kertanegara Raja Singasari mengadakan pamalayu, tahun 1277 M sampai kurang lebih 1400 M. Dari sumber ini diketahui bahwa Panji Asmarabangun adalah pahlawan kebudayaan.
Menurut Ki Ageng Sri Widai dari Kasunyatan Jawi, bahwa Asmarabangun adalah tokoh yang menggunakan kesenian untuk menundukkan lawan. Asmarabangun pandai bermain gamelan, dalang yang pintar mempesona penonton serta berjasa menyusun nada-nada gamelan berlaras pelog.
Asmarabangun adalah tokoh manusia biasa, yang merupakan pangeran Jawa bukan pahlawan pendatang seperti Rama dan Pandawa. Asmarabangun memiliki beberapa nama anonim seperti Raden Inu Kertapati dan  Kuda (atau cekel) Wanengpati. Asmarabangun merupakan seorang sosok teladan dari masa lalu. Karakteristik Asmarabangun menurut beberapa sumber yaitu ksatria berwajah tampan, pendiam, berjiwa lemah lembut, pahlawan perang, sopan, pandai bermain gamelan, murah hati. Selain karakteristik yang baik tersebut, terdapat sisi lain dari Asmarabangun, dia merupakan ksatria yang senang bertapa untuk ‘nggayuh kamukten’ dan berkeinginan ‘memayu hayuning bawana’, tetapi dikarenakan sering bertapa itulah Asmarabangun juga sering melupakan keluarganya sehingga sering terjadi konflik di dalam keluarga Panji Asmarabangun.
Panji Asmarabangun di gambarkan sebagai sosok protagonis atau jika dalam wayang Purwa sosok panji dibaratkan sebagai ‘Arjuna’. Dalam cerita Panji, Asmarabangun merupakan sosok protagonis yang disandingkan dengan Panji Reni atau Anggraeni dan dewi Sekartaji atau Candrakirana. Seperti layaknya kebanyakan legenda, epos ataupun cerita rakyat yang lainnya jika ada sosok baik, pastilah ada pula sosok jahat yang akan menyeratinya. Namun dalam kelembutan sosok Asmarabangun, ada sosok Raden Kuda Wanengpati dan Kelana Jayeng Sari yaitu sosok Asmarabangun dalam versi lain dari cerita Panji. Meskipun Panji Asmarabangun dan Klana Jayeng Sari adalah sosok yang sama, namun mereka berdua memiliki sifat dan karakter yang berbeda. Jika panji Asmarabangun memiliki sifat yangnpercaya diri, penuh semangat, tidak mudah putus asa, loyal, sabar, welas asih dan kharismatik, sebaliknya, sosok Klana Jayeng Sari adalah sisi lain dari Panji Asmarabangun yang terguncang hatinya karena meninggalnya dewi Anggraeni.
Sosok Asmarabangun dan Klana Jayeng Sari juga mempunyai penggambaran yang berbeda dalam bentuk topengnya. Topeng dari Panji Asmarabangun menggunakan warna dasar hijau yang dapat menandakan ketentraman, alis yang tipis melengkung kebawah, mata yang sipit  dan asimetris, hidung mancung yang meruncing pada ujungnya, bentuk bibir atas tipis dan bibir bawah tebal, karena bibir yang tertutup rapat maka tidak terlihat gigi dalam topeng panji Asmarabangun, muka berbentuk oval. Topeng dari Klana Jayeng Sari mempunyai warna dasar kuning emas, alis yang tipis namun memiliki sedikit garis alis yang lebih tegas daripasa Asmarabangun yang hanya melengkung ke bawah, memilki mata yanglebih sipit dari Asmarabangun, hidung mancung dan meruncing pada ujungnya (sama dengan Asmarabangun), bentuk bibir atas dan bawaah tipis, berbeda dengan Asmarabangun yang bibirnya tertutup rapat, Klana Jayeng Sari sedikit menyunggingkan senyum sehingga terlihat tatanan gigi yang rapih, bentuk muka oval (sama dengan Asmarabangun).
Dalam cerita-cerita epos atau legenda pasti akan ditemukan sosok baik dan buruk. Dalam cerita ini sosok jahat atau antagonis yang dikaitkan dengan Asmarabangun adalah Klana Sewandana. Klana Sewandana adalah seorang prabu dari kerajaan Sabrang  atau sering di sebut Brang Wetan yang mencoba ingin merebut dewi Sekartaji dari Asmarabangun.
Karakteristik tokoh panji Panji Asmarabangun yaitu dibangun dari pengertian laki – laki jawa yang disebut lanang, dalam pemikiran jawa disebut Pancer atau Punjer adalah laki – laki yang memiliki hak atas kerajaan kediri, tokoh ini dipersepsikan oleh orang jawa sebagai Lelanange Jagad (laki – laki yang tertampan diseluruh dunia). Prototype arti dari nama Asmarabangun yaitu bangkitnya rasa cinta kasih yang selalu membara, tampak benar pada penampilan laki –laki jawa yang lebih agresif dan wanita bersifat pasif. Pemahaman ini juga mengacu pada konsep pemapanan yaitu laki – laki yang telah dewasa dan sempurna.
Penggambaran cerita Asmarabangun dalam cerita Panji sudah begitu jelas dengan cerita yang begitu panjang dan bervariasi tentang siapa dia dan bagaimana perjalanan hidupnya. Namun dalam seni pertunjukan wayang topeng di Malang penggambaran sosok Asmarabangun bukan melalui dialog-dialog seperti dalam cerita Panji melainkan dengan gerak tari yang hanya sesekali melakukan dialog itupun diperankan oleh dalang.
Gerak dari Asmarabangun sendiri lemah lembut. Jika diberikan persamaan maka jenis gerak tari dari Panji Asmarabangun ini sama dengan gerak tari Putra halus daerah Jogjakarta san Surakarta. Gerak dari Asmarabangun adalah gerak tari laki-laki yang sedikit lemah lembut. Sehingga meskipun geraknya terkesan lemah lembut namun masih menunjukkan sikap gagah seorang laki-laki. Dalam geraknya, masih terdapat ketegasan dari gerakan laki-laki meskipun tidak setegas Patih Sabrang, Klana Sewandana dan Bapang yang memang menunjukkan seorang laki-laki yang gagah.
to be continue....